Jelata yang mengekor
Semenjak garis warna pelangi pudar
Seketika garis batasnya sabar hilang
Dahulu pernah rasakan merdeka samar
Meski samar tetap merdeka dijelang
entah kini memudar mungkin hilang
Jelata jelata berkoar pingin kuasa
namun kuasa gilanya lebih kencang
Lidah mulusnya fasih saja dusta
Jelata mengekor gila bicara agama
Bicara agama saling lempar serapah
Bukankah antara manusia dan DIA
Lalu dimanakah jiwa yang bersih
Kubenci kamu meski hanya dihati
harap kepala bocor mampus sekalian!!
Sudah jelata saja berkoar membenci
Harusnya jelata damainya kaya ampun
Bukan koar bunuh rajam siksa
dengkimu benci dengki iri mati
Bodoh kalian yang dengki sukanya
Bebal juga yang suka terbenci
Yang mencoba mencari kemarilah disisiku
Pastinya semua lontar dihati mengungkap
Sedikit saja musti penuhkan imanmu
Jangan seperti mereka yang merangkap
Mereka itu yang kepalanya batu
Lidah bisu sesumbar mulut bisa
Kaki tangan mereka seribu hantu
Jadi kusuruh kamu kesini bersama
Hati yang payah darimu direbah
Minyakilah raga hingga mata jiwa
punahlah amarah buahnya duri serapah
Sebelumnya haruslah bersih dan lega
Adalah yang lebih besar daripadaKU
Sebesar hatimu hanya kerikil jiwa
Basuh mulut lebur beku rasamu
Beri tetesan doa tulus haturnya
Sebab angin telah kabarkan jiwa
Sosok sosok yang mati berceramah
Para suci tuliskan berlaksa makna
Harusnya bisa hindar darah nanah
Benarlah apa yang dibesut leluhur
Jujurlah pada hatimu lalu berdamai
Henti semua bohong buatmu hancur
Tolong diamlah lalu dengar tersuci
Saya ini hanyalah seorang jatuh cinta
Ditengah sawah jika hatiku tercenung
Menggurat namamu setanah ladang rasa
Mengusik daunya pohon padi yang tenang
Ukiran ukiran rumput seperti jumput hati
Ketika saya mendesah bersama jerit belalang
Bicarakan mimpi yang semalam resah hati
Sekenanya meraut ulang wajah dalam bayang
Sulitnya ketika saya gambar mata bening
Hidung mancung memuat udara penuh cinta
Jemari lentik yang bikin rembulan bergunjing
Sungguh saya cinta pada indah dirinya
Tolonglah kunjungi saya dalam mimpi lagi
Membikin gusar ketika terasa lebih besar
Tapi kecantikanmu merindu gusar yang disini
Sepertinya dirimu bunga dalam sejuta mekar
Kemarilah yang hanya kukasih meski nanti
Bicaralah seakan penuhlah rasa cinta kita
tulisi dinding mimpi penuh warna imaji
bila hatiku mesti mendendam suci asmara
Seharian dengar ocehan kabur kabar
Seketika terhenti detak dalam dada
Benarkah semua yang sedang tersiar
Jikalau kasihnya setega mendua saya
semua prasangka hanya semu curiga
sebab mereka hendak cinta padamu
namun hanya sebatas impian rasa
semua utuhkan untuk saya selalu
tapi sehari berlalu seribu menggerus
melubangi sisi keperkasaan kata jiwa
mulailah saya bertanya padanya tulus
terbuncah seluruh cinta dalam saya
benarkah semua hanya ucapan semu
bilakah mereka benar lalu siapa
bilamana cinta kita seutuhnya nafsu
bagaimana semua itu jelas disaya
jangan bisanya bisu…sebisu cakrawala
berikan kata kata ketulusan terdalam
kasihku apakah benar kamu mendua
jawablah kasih sebab rasaku pualam