Terbeli mimpi terduri hati
mega bergulung dayung udara angkasa
memungut sisa kepakan burung kenari
diatas dahan dahan melukis cerita
bersama seberkas sinar terang mentari
membias ketika menembus airmata diri
tebarkan indah pesona pelangi senja
menitik hujan merintik hati imaji
godalah mereka yang terhina masa
berikan sejumlah keping cinta hakiki
jangan kubur mereka dalam cerita
galilah lubang dalam duri sendiri
sebab mereka hanya ingin binasa
terpahit oleh rasa yang menggelandang
mematok jengkal jengkal percaya diri
masihkah keraguan pengemis iba kaupandang
seraut derita yang membatu mencaci
mereka adalah yang terenggut mimpi
terbeli oleh lembar lembar kuasa
putuskan cinta yang aliri nadi
pasung kebebasan yang mereka bawa
**val
Raksasa diriku
memang hatimu selalu suci
namun jiwa bertanya jua
siapa kamu yang sepi
menari dalam duri duka
seperti angin tiupkan angkara
tunggangi pelana hati dengki
tertolak dari istana bunga
layaknya tertikam bayang diri
mestinya akar tersadar dunia
dimana derita selalu menari
diatas perut para jelata
ketika kucoba ungkap semua
dengarkan cerita para raksasa
tentang kelabu lingkupi hati
masihkah paksa mekarkan bunga
coba selimuti raksasa benci
diriku dan jiwaku raksasa
mengungkap ribuan rasa ngeri
meskipun jiwamu suci bersuara
raksasa diriku selalu menari
**val
Mencoba mencari kisah
bersama tikus tikus merebah malam
menghitung kembali sisa sisa harapan
mencoba mencari kisah masa silam
ketika keluarga berikan lautan harapan
namun semua tinggalah diatas angan
ketika sadari tangan kasar membelai
memeras harga diri hampakan harapan
menampung peluh ribuan caci maki
tertulis dari sudut jendela hati
koyak kelambu jiwa dalam dada
tangisi masa silam penuh arti
terenggut dalam kejam kelam masa
masih bersama tiku tikus tercaci
kuburkan semua nama-nama doa
ibarat tanpa sebutir benih hakiki
sebutir airmata adalah sebuah neraka
*val
Bukan pujangga
Bukan pujangga dalam balutan pesona
Hanya sesosok pedagang asongan berdiri
Berbalut kain rombeng teremuk harapnya
Kakinya gemetar menahan lilitan duri
Memanjat bukit hati terjal hayalnya
Sekedar pandangi masa depan diri
Adakah terlihat dalam hayal nyata
Ataukah hanya kenyataan semu hati
Bagimu nyata adalah sebuah derita
Mereka tertawa enggan tanyai hati
Seperti apakah tanpa sandaran jiwa
Tanpa sebuah jalan lapang menanti
Hanya lorong lorong hembuskan Tanya
Memanjang tanpa jeda bagi nafasmu
Menyengal ketika paksa hati bicara
Saat tanpa bunga tersebar dari baitmu
**val
Surat rahwana..
hanya pelangi dalam hatimu
menepis semua kabut imaji
memukul bayag hitam semu
seperti kala aku memaki
jiwamu meracau sengau untukku
diriku hanya tertawa terbahak
melihat surat surat berlalu
penuhi belakang rumah berserak
kubakar bersama dendang camar
kutitupkan kepada hati rahwana
tentang semua yang tercecer
kupendam dalam peti angkara
dimana dunia para pujangga
penuhkah bunga yang tersebar
adakah hitam putih kata
meski sebagian yang tersadar
**val
|